Selama ini, setiap kali aku dan dia
bertukar cerita mengenai orang yang kita sukai, tak ada satu pun dari aku
maupun dia memberitahu langsung siapa orang yang dimaksud. Hanya ciri-ciri dan
karakteristiknya saja yang diceritakan.
Itu semua agar menjadi kejutan saat aku dan dia tahu suatu saat nanti. Namun
sayang, aku sudah tahu terlebih dahulu. Kejadiannya baru saja seminggu yang
lalu …
“Lihat, lihat! Cowok itu gagah ya!”
ujarku padanya. Waktu itu aku dan dia sedang hunting buku UN di Gramedia. Putri hanya melihat sekilas, lalu
focus kembali terhadap dompet yang isinya sedang ia hitung. “Masih gagahan yang
aku suka tau!” ucapnya dengan nada bangga terhadap orang yang ia sukai itu.
“Ah, masa siihh, coba deh nanti kamu
bandingin gagahnya orang yang aku suka sama orang yang kamu suka.”
“Pasti lebih gagahan orang yang aku
suka lah! Wong bapaknya aja tentara, pastilah ia gagah seperti tentara
kebanyakan.”
Saat itu juga, angin yang berhembus
semilir seakan berhenti bertiup. Kurasakan jantungku berdetak keras. Aku diam
mematung. Aku mencoba mengingat apa saja yang pernah ia katakan mengenai orang
yang ia sukai itu.
“Dia ituuu baik, peduli, lumayan tinggi, dan pastinya dia
ganteng. Tapi nggak tau juga tuh kalau menurut kamu. Hahahha.”
“Addduuuhh dia mempesona sekali hari ini! Larinya cepat
ya!”
“Kezia! Kamu tahu? Ternyata dia suka warna biru dan suka
mayonnaise lho!”
Beberapa percakapan yang pernah terjadi antara aku dan
dia melintas begitu saja di pikiranku. Baik, peduli, tinggi, tampan, larinya cepat,
suka warna biru dan mayonnaise, daaaaan sekarang Putri bilang papahnya seorang
tentara?! Siapa lagi yang anak tentara selain si Ketua Murid? Siapa lagi yang
selalu bergumam, “Langit hari ini bewarna biru cerah ya!” kalau bukan anak
laki-laki dengan no absen 4? Siapa lagi yang suka mayonnaise kalau bukan dia? Siapa
lagi yang larinya cepat kalau bukan orang yang kusukai? Siapa lagi kalau itu
semua bukanlah Audika Pratama?
“Hei Kezia! Kenapa kamu bengong saja?! Ayo kita bayar ini
semua.” ujar Putri tak merasa sedikitpun ada yang aneh denganku waktu itu.
Aku tak tahu harus bagaimana menyikapi ini semua. Harus
bahagiakah? Sedihkah? Kecewakah? Atau membencinya? Tapi, tanpa kusadari aku
mulai menjauhi Putri, sampai Hanny teman curhatku selain Putri berkata, “Kamu
lagi ngejauhin si Putri ya? Gara-gara dia suka sama yang kamu suka kan? Yaaahh
cemburu sih boleh, cuma kamu jangan sampai benci atau dendam sama dia apapun
yang akan terjadi nanti. Aku hanya mengingatkan lho.”
Lama-lama aku sadar, apa yang dikatakan Hanny benar.
Semenjak aku menyadari bahwa Putri dan aku menyukai orang yang sama, aku selalu
berusaha untuk tidak bertemu dengannya. Semakin lama mengingat perasaan Putri terhadap
Dika membuatku sering panas hati.
Rasanya aku tak ingin menyukai orang yang disukai
sahabatku sendiri. Namun, aku tak bisa dengan cepat memusnahkan perasaanku
sendiri. Karena aku sendiri tak mudah untuk move
on, tak mudah untuk kelain hati,
apalagi dalam keadaan seperti ini. Entahlah, rasanya sakit mengetahui hal yang
satu ini. Sesak sekali.
Tililit lilit!
Tililit lilit!
Dengan asal, aku mengambil handphone-ku di saku baju. Terlihat jelas disana nama pengirim SMS
di siang bolong ini. Huh! Dia SMS bikin
aku panas aja deh! Kenapa aku suka sama dia siiihhh?! Huwaaaaa! Jeritku
dalam hati. Dengan setengah hati kubuka SMS darinya.
FROM : DIKA :P
Wed, 07.03.2012, 15:59
Hei bendahara! Bagaimana keadaan our money? Kamu tidak mengkorupsinyakan?
Hahhaa bercanda kok! Hari Sabtu bawa ya, si Rizki mau beli kain pel tuh!
Hahhaha :D
Aish! Kenapa dia SMS
dengan emoticon bahagia gitu sih? Nggak tau apa ya, aku lagi galau gara-gara dia?
Umpatku dalam hati. Aaahh, rasanya ingin menangis mengingat setahun yang lalu
aku nekat mencalonkan diri sebagai bendahara kelas. Yah, apalagi alasannya
kalau bukan ingin dekat dengan sang KM yang kenyataannya adalah orang yang
kusukai itu.
“Aaaaahhh sial!” geramku sambil menendang batu yang
dengan manisnya berada di depan jalanku. Di perkomplekkan ini memang banyak
batunya. “Huh!” sekali lagi aku menendang batu, yang kali ini lebih kuat
kutendang. Aahh semoga batu itu tak pernah mengutukku karena aku menendangnya
dengan kuat.
Sore itu, aku yang baru saja pulang sekolah, menyusuri
jalan komplek Gading Tutuka dengan langkah besar. Sesampainya di rumah nanti
aku akan langsung tidur dan melupakan sejenak tentang hari ini. Aku tak peduli
lagi untuk membalas SMSnya!
****
“Hanny-kun!” sapaku di pagi hari. Mengingat apa yang
kugalaukan kemarin, membuatku ingin curhat kepada gadis bermata sipit ini.
“Hei, hei!”
“…”
“Kenapa kamu sering sekali memanggilku dengan imbuhan
–kun sih? Bukannya kamu tahu itu tuh buat laki-laki ya? Pakai imbuhan –sensei,
–chan, –sama, atau –san!” ujarnya kesal.
Ini bukan kali pertama Hanny memarahiku karena hal sepele
seperti ini, mungkin ini sudah yang ke-37? Entahlah, aku tak pernah bosan atau
balik kesal kalau dia memarahiku seperti itu.
“Ya maaf maaf! Habisnyaaa kamu lebih cocok memakai imbuhan
–kun sih. Hehhehe.” kataku sambil tersenyum menanggapi omelannya hari ini.
“Terserah kamu sajalah Kezia!” Hanny pun membenarkan cara
duduknya, lalu, “Ada apa?” tanyanya sambil menatap dalam mataku.
“Aku ingin curhat padamu Han-kun.”
“Jangan kamu bilang curhat tentang kamu, dia, dan dia
lagi!” ujarnya sambil menunjuk tempat duduk Putri yang ada didepannya dan
menunjuk meja Dika yang paling depan dan berada di pojok kiri. Aku yang masih
berdiri di samping meja Hanny hanya mengangguk.
Pagi ini, hanya ada aku dan Hanny di kelas. Sepi. Hanny
adalah makhluk 9A yang suka datang pagi-pagi. Dan aku sengaja datang pagi-pagi
karena memang dari kemarin aku sudah niat untuk curhat padanya.
“Silahkan bicara Korban Cinta Segitiga, Nona Kezia.”
Aku pun langsung menarik kursi disebelah Hanny dan duduk
dengan manis setelah dipersilahkan olehnya untuk memulai curhat.
“Yah, bagaimana yah, aku tak tahu harus bersikap
bagaimana terhadap dia dan dia,” aku pun menuruti gaya Hanny dengan menunjuk
kearah meja Putri dan Dika, “Akhir-akhir ini aku selalu berusaha keras untuk
bisa bersikap wajar di depan Putri, seperti sebelum aku tahu dia suka sama
Dika, tapi aku nggak bisa laaah….” Nada bicaraku tiba-tiba berubah seperti
salah satu tokoh iklan operator handphone
di TV.
“Lalu? Bukankah kamu sudah menanyakan hal ini kemarin
malam di SMS, ya ampun! Aku kan sudah memberimu solusi jitu, kenapa kamu tanya
lagi sih?”
“Abiiisss jawaban kemarin kurang memuaskan, memangnya
kamu kira gampang apa melupakan begitu aja? Han-kun, kumohon padamuuuu aku
sedang patah hati niiih.”
“Nada bicaramu seperti sedang tidak patah hati. Hey!”
bentak Hanny, cukup membuatku terperanjat kaget, “Memangnya kamu kira aku juga
nggak punya masalah apa? Memangnya kamu kira kamu doang yang lagi patah hati
hah?! Memangnya Cuma kamu aja apa yang lagi butuh solusi? Aku juga Keziaaaa!
Kamu tahu? Kyuhyun, suamiku itu, digosipkan sudah berpacaran, aku patah hati
laaah.” Kata Hanny meniru-niru nada bicaraku sebelumnya.
“Han-kuuun! Ku kira kamu benar-benar patah hati, ternyata
lagi-lagi karena Kyuhyun! Ampun! Suaramu tadi membuatku jantungan tahu!” aku
hanya bisa mengelus dadaku setelah mendengar bahwa ia sedang patah hati karena
tokoh idolanya, yang ia anggap suami itu, digosipkan sudah berpacaran.
“Hiks!” Hanny berpura-pura mengelap air matanya padahal
ia tak menangis sama sekali, “Yasudah, begini saja, kita pergi yuk ke SMA 3,
disana katanya banyak cowok ganteng, kali aja kalau udah ketemu yang
ganteng-ganteng kamu bisa lupa sama dia. Sekalian liat-liat SMA.” Usul Hanny
dengan mata berbinar-binar.
Aku kan nggak gampang
move on gimana caranya bisa lupa sama si Dika kalau Cuma ngeliat yang
ganteng-ganteng aja? Ampuuun, seandainya aja kejadian itu nggak pernah ada …
to be continued
to be continued
0 komentar:
Posting Komentar